Education for All
Hakekat
Education for All
Hakekat dari “Education for All” pada
intinya adalah mengupayakan agar setiap warga negara dapat memenuhi haknya, yaitu
layanan pendidikan.
Pembelajaran untuk semua merupakan wujud
pembelajaran yang menyangkut semua usia entah itu dewasa, orang tua maupun
anak-anak yang bertujuan agar lebih mengerti tentang sesuatu. Seperti yang
dikemukakan Paulo Freire bahwa pendidikan tidak boleh dibatasi hanya untuk
golongan elite dengan mengesampingkan golongan menengah ke bawah sebagai kaum
tertindas. Usaha pendidikan menurut Freire, harus melepaskan diri
dari kecenderungan hegemoni dan dominasi. Karena pendidikan yang memiliki karakteristik hegemonik dan
dominatif tidak akan pernah mampu membawa rakyat pada pemahaman diri dan
realitasnya secara utuh. Semua orang yang hidup berhak memperoleh pendidikan,
inilah yang disebut konsep pendidikan “education for all”.
Pendidikan
untuk semua telah menjadi komitmen global untuk menyediakan pendidikan dasar
yang berkualitas bagi semua anak muda, anak-anak, maupun orang dewasa.
Pendidikan untuk Semua atau Education for All (EFA) adalah gerakan
global yang dipimpin oleh UNESCO, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
belajar semua anak, remaja dan orang dewasa pada tahun 2015. UNESCO telah
diamanatkan untuk memimpin gerakan dan mengkoordinasikan upaya-upaya
internasional untuk mencapai tujuan
EFA. Untuk
dapat mewujudkan EFA, semua komponen bangsa, baik pemerintah, swasta,
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, maupun warga negara secara individual,
secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, berkomitmen untuk berpartisipasi
aktif dalam menyukseskannya sesuai dengan potensi dan kapasitas masing-masing.
Sejarah Terbentuknya Education for All (EFA)
Semua
negara di dunia merasa perlu untuk menjamin terselenggaranya Education for All
bagi setiap warga negaranya. Pendidikan merupakan hal penting bagi kehidupan
manusia. Latar belakang sejarah terbentuknya EFA adalah :
a.
Sekitar
40 tahun yang lalu bangsa-bangsa di dunia membicarakan deklarasi universal Hak
Asasi Manusia yang menegaskan “setiap orang memiliki hak untuk pendidikan”.
Namun dalam menjamin hal tersebut masih banyak kendalanya.
b.
Pada
5-9 Maret 1990 di Jomtien, Thailand 115 negara dan 150 organisasi mengadakan
konferensi dunia membahas Education for All (EFA).
c.
Masyarakat
Internasional menegaskan kembali komitmennya terkait Education for All
(EFA) di Dakar, Senegal pada 26-28 April 2000. Pada pertemuan terakhir 189
negara membicarakan tujuan pendidikan yang dikenal dengan Milenium
Development Goals mengenai pendidikan dasar universal (MDG2) dan kesetaraan
gender (MDG3) pada pendidikan 2015.
Kendala Penerapan Education for All (EFA)
Semua bangsa di dunia berupaya
untuk menjamin pendidikan untuk semua bagi setiap warganya. Meskipun
negara-negara tersebut terus mengupayakan untuk menjamin pendidikan untuk
semua, tetapi masih saja ditemukan kendala. Beberapa kendala tersebut antara
lain :
a.
Lebih dari 100
juta anak-anak, termasuk setidaknya 60 juta anak-anak, tidak memiliki akses
terhadap pendidikan dasar.
b.
Lebih dari 960 juta orang dewasa, dua pertiga di antaranya
adalah perempuan yang buta huruf, dan buta huruf adalah masalah yang signifikan
di semua negara, termasuk di negara industri dan berkembang.
c.
Lebih dari
sepertiga orang dewasa di dunia tidak mendapatkan pengetahuan tertulis,
keterampilan, dan teknologi baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka
dan membantu mereka dalam beradaptasi menghadapi perubahan sosial dan budaya.
d.
Lebih dari 100
juta anak-anak dan orang dewasa yang tak terhitung, gagal untuk menyelesaikan
program pendidikan dasar.
e.
Jutaan orang
telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh pendidikan, namun mereka tidak
memperoleh pengetahuan dan keterampilan esensial.
Selain
permasalahan di atas, masih banyak masalah-masalah lain yang menghambat upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar
dasar. Masalah terkait kemunduran ekonomi, pertumbuhan penduduk yang cepat, kesenjangan ekonomi
antar bangsa, adanya konflik dan perang saudara
serta berbagai bentuk tindakan kejahatan dan kekerasan (kriminal) telah
menyebabkan kemunduran besar dalam pendidikan dasar pada 1980-an di banyak
negara sedang berkembang. Di beberapa negara lain, pertumbuhan ekonomi telah
tersedia untuk membiayai perluasan pendidikan, namun meskipun demikian, banyak
jutaan tetap dalam kemiskinan, tidak mampu bersekolah atau buta huruf. Di
negara-negara industri tertentu juga, penghematan dalam pengeluaran pemerintah
selama tahun 1980-an telah menyebabkan kemerosotan pendidikan.
Komitmen Education for All (EFA)
Dalam rangka
memenuhi education for all, EFA memiliki beberapa komitmen yang ingin
dicapai dalam jangka waktu tertendtu, diantaranya :
a.
Memperluas dan
meningkatkan perawatan anak usia dini yang komprehensif dalam pendidikan.
b.
Memastikan
bahwa pada 2015 semua anak di dunia tanpa terkecuali memiliki akses lengkap dan
bebas ke wajib pendidikan dasar yang berkualitas baik.
c.
Memastikan bahwa kebutuhan belajar
semua pemuda dan dewasa dipenuhi melalui akses yang adil untuk pembelajaran
yang tepat dan program ketrampilan hidup.
d.
Mencapai 50% peningkatan dalam
keaksaraan orang dewasa pada tahun 2015, khususnya bagi perempuan, dan akses ke
pendidikan dasar dan pendidikan berkelanjutan bagi semua orang dewasa secara
adil.
e.
Menghilangkan
perbedaan gender pada pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan
mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan dengan tahun 2015, dengan fokus
pada perempuan bahwa mereka dipastikan mendapat akses penuh dan sama ke dalam
pendidikan dasar dengan kualitas yang baik.
f.
Meningkatkan semua aspek kualitas
pendidikan dan menjamin keunggulan semua sehingga diakui dan diukur hasil
pembelajaran yang dicapai oleh semua, khususnya dalam keaksaraan, berhitung dan
kecakapan hidup yang esensial.
Upaya Mencapai Education for All (EFA)
Untuk mencapai
komitmen Education for All (EFA) seperti yang diharapkan maka diperlukan
upaya-upaya antara lain sebagai berikut :
a.
Menyediakan dan menambah
dana pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyekolahkan
anak-anak di dunia.
b. Meningkatkan
kualitas pendidikan dengan pelatihan dan perekrutan guru profesional antara sekarang
dan 2015, sehingga semua anak memiliki kesempatan untuk belajar di kelas.
c. Mendorong pemerintah
untuk mendefinisikan dan mengukur standar minimal pembelajaran, sebagai tonggak
utama terhadap peningkatan hasil pembelajaran dan strategi yang lebih luas
untuk menjamin kualitas pendidikan di sekolah-sekolah,
sehingga peserta didik terus mengembangkan keahlian yang dibutuhkan untuk
pekerjaan dan kontribusi untuk ekonomi produktif.
d. Menjangkau
semua anak dengan mengembangkan strategi-strategi baru untuk mencapai sulit
dijangkau anak-anak dalam konflik, di daerah terpencil, dan dari
kelompok-kelompok didiskriminasi.
e. Memperluas
kesempatan pendidikan pada semua tingkatan, termasuk perawatan anak usia dini
dan pengembangan, pendidikan menengah dan penyediaan kesempatan kedua belajar
bagi mereka melalui pendidikan non-formal dan program keaksaraan orang dewasa
f. Menjamin bahwa
anak-anak memiliki cukup untuk makan dan untuk belajar mengembangkan
kesehatan melalui penyediaan makanan sekolah.
g.
Mendorong pemerintah nasional untuk
mempersembahkan paling sedikit 20% dari anggaran nasional untuk pendidikan dan
untuk menghapuskan biaya yang mencegah begitu banyak anak-anak dari pergi ke
sekolah.
Education for All di Indonesia
Indonesia telah mengalami kemajuan
di bidang pendidikan dasar dalam 20 tahun terakhir ini. Terbukti rasio bersih
anak usia 7-12 tahun yang bersekolah mencapai 94 persen. Tapi Indonesia tetap
belum berhasil memberikan jaminan hak atas pendidikan bagi semua anak. Apalagi,
masih banyak masalah yang harus dihadapi, masalah tersebut antara lain:
a.
Masih banyaknya
anak putus sekolah.
b.
Kualifikasi dan
kompetensi tenaga pengajar masih kurang.
c.
Metode pengajaran yang tidak efektif yang masih berorientasi kepada guru dan anak didik tidak diberi
kesempatan memahami sendiri.
d.
Manajemen sekolah yang buruk dan minimnya keterlibatan masyarakat.
e.
Kurangnya akses pengembangan dan pembelajaran usia dini bagi
sebagian anak-anak yang tinggal di pedalaman dan
pedesaan.
f.
Biaya
pendidikan yang tinggi disertai alokasi anggaran dari
pemerintah daerah dan pusat yang tidak memadai.
Untuk mencapai tujuan Education for All, pemerintah
Indonesia dibantu oleh UNICEF dan UNESCO melakukan kegiatan-kegiatan antara
lain:
a.
Sistem
Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat
UNICEF
mendukung langkah-langkah pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses
pendidikan dasar melalui Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat.
Sistem ini memungkinkan penelusuran semua anak usia di bawah 18 tahun yang
tidak bersekolah.
b.
Program Wajib
Belajar 9 tahun
Dalam upayanya
mencapai tujuan “Pendidikan untuk Semua” pada 2015, pemerintah Indonesia saat
ini menekankan pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun bagi seluruh
anak Indonesia usia 6 sampai 15 tahun. Dalam hal ini, UNICEF dan UNESCO memberi
dukungan teknis dan dana.
c.
Program Menciptakan Masyarakat Peduli
Pendidikan Anak (CLCC).
Bersama
dengan pemerintah daerah, masyarakat dan anak-anak di delapan propinsi di
Indonesia, UNICEF mendukung program Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan
Anak (CLCC).
Sementara
kondisi yang terjadi di lapangan tak sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan
dimana masyarakat justru dirugikan dengan adanya Education for All (EFA). Beberapa
kondisi yang terjadi antara lain :
v Menjelang tahun ajaran baru masyarakat golongan menengah
ke bawah gelisah memikirkan masa depan pendidikan anak-anaknya mengingat biaya
pendidikan yang semakin mahal dari tahun ke tahun. Anak-anak yang tidak bisa
melanjutkan pendidikan ini kemungkinan besar akan menjadi buruh, atau hanya menambah
jumlah penganggur.
v Mereka yang mengecap pendidikan dijadikan sebagai sekrup
mesin kolonialisme.
v Pendidikan yang seharusnya menjadi milik publik, tetapi
kenyataannya telah berada di bawah kepentingan politik dan bisnis (ekonomi).
v Dunia pendidikan dikendalikan oleh selera penguasa dan
pemilik modal demi kepentingan sesaat. Kepentingan sesaat yang mengaburkan visi
pendidikan nasional sehingga dalam pelaksanaannya tidak terarah lagi sesuai
konstitusi, menyebabkan biaya pendidikan semakin mahal, diskriminasi
pendidikan, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan.
v Dengan mengatasnamakan demi kualitas, menjamurlah
sekolah-sekolah elite yang memungut biaya yang sangat mahal dari orang tua
siswa. RSBI dan SBI yang tertutup bagi siswa miskin.
makasih tulisannya.. silahkan kunjungi juga blog aku. bp-bayupradikto.blogspot.com
ReplyDeleteini sumbernya dari buku kah? bisa di cantumkan judul bukunya? terima kasih
ReplyDeleteTerimakasih ilmu yang sangat bermanfaat
ReplyDeleteterima kasih ilmu nya
ReplyDelete